Bismillāhirraḥmānirrraḥīm
One thing amazed me in my earlier time in university is Acknowledgement of Country.
Awalnya saya tidak mengerti, mengapa setiap memulai suatu kegiatan maupun forum, baik perkuliahan, orientasi, workshop, seminar, para pembicara mengucap serangkaian kalimat yang terdengar seperti sebuah ikrar. Pernyataan tersebut juga dapat dijumpai di laman situs-situs web organisasi atau komunitas berbasis Australia. Lalu barulah saya tahu bahwa itu sebuah bentuk pengakuan terhadap para penduduk asli (indigenous people) di Australia.
Acknowledgement of Country memungkinkan setiap orang non-indigenous untuk menyatakan penghormatan kepada budaya, warisan, dan tanah suku Aborigin sebagai penduduk pertama negara Australia dimana mereka hidup dan bertempat tinggal.
Pernyataan atas pengakuan tersebut cukup bervariasi, kurang lebih intinya terdengar seperti ini:
I would like to begin by acknowledging the Traditional Owners of the land on which we meet today. I would also like to pay my respects to Elders past and present.
Acknowledgement of Country
Pekan NAIDOC Nasional di Australia
Perayaan Pekan NAIDOC Nasional diadakan pada minggu pertama bulan Juli setiap tahun (tahun ini jatuh pada 3 – 10 Juli 2022), sebagai bagian dari pengakuan sejarah, budaya, dan pencapaian masyarakat Aborigin dan Penduduk Kepulauan Selat Torres. Pekan NAIDOC menjadi kesempatan bagi semua warga Australia untuk belajar tentang salah satu budaya tertua yang masih hidup hingga saat ini. Tidak hanya pekan NAIDOC, ada beberapa tanggal yang didedikasikan untuk merayakan harmonisasi sebagai bagian dari kegiatan rekonsiliasi penduduk Australia.
Sejarah Pengakuan
Saya pun tergelitik untuk menelusuri sejarah dari pernyataan pengakuan ini. Suku Aborigin dan Penduduk Pulau Selat Torres merupakan penduduk pertama yang mendiami benua Australia, jauh sebelum kedatangan koloni bangsa Eropa. Selama kolonisasi, kondisi penduduk asli yang masih tertinggal secara peradaban membuat suku Aborigin banyak mengalami diskriminasi selama beratus tahun lamanya. Mereka pernah tidak dimasukkan dalam penghitungan sensus penduduk, dilarang memasuki Australia, dan banyak hal lain yang tentunya tidak manusiawi. Referendum Australia pada tahun 1967 menjadi babak baru yang membuka jalan untuk para penduduk asli untuk mendapatkan hak-hak mereka di tanah kelahirannya.
Refleksi
Indonesia, dan beberapa negara lain di Asia dan Afrika yang terbebas dari penjajahan kolonial tidak merasakan kondisi seperti halnya di Australia. Hidup berdampingan, antara ex-penjajah dan penduduk asli jajahan sungguh hal yang rumit. Ada hal yang bisa dipelajari disini, semangat untuk rekonsiliasi.
Subhanakallahumma wa bihamdika, asyhadu al-laa ilaaha illaa anta, astaghfiruka, wa atuubu ilaik.