Deprecated: Hook custom_css_loaded is deprecated since version jetpack-13.5! Use WordPress Custom CSS instead. Jetpack no longer supports Custom CSS. Read the WordPress.org documentation to learn how to apply custom styles to your site: https://wordpress.org/documentation/article/styles-overview/#applying-custom-css in /home/n1576410/public_html/wp-includes/functions.php on line 6078
Pemanfaatan Tanaman Refugia untuk Mengendalikan Hama dan Penyakit Tanaman Padi – The Blog of a Scientist Mom

Bismillāhirraḥmānirrraḥīm


Buletin Ikatan Vol. 7 No. 2 Tahun 2017: halaman 29-45 ISSN: 9772088-8929

20 Oktober 2017

Ulima Darmania Amanda


Abstrak

Aplikasi pestisida yang tidak tepat dapat berdampak negatif dengan memicu ledakan populasi hama akibat resistensi atau resurgensi. Dampak tersebut dapat dikurangi melalui Pengendalian Hama Terpadu (PHT) dengan memanfaatkan agen hayati. Rekayasa ekologi berupa pemanfaatan tanaman refugia berperan sebagai mikrohabitat agen hayati dari OPT tanaman utama. Refugia dapat menyediakan tempat berlindung secara spasial dan/atau temporal bagi musuh alami hama, seperti predator dan parasitoid, serta mendukung komponen interaksi biotik pada ekosistem, seperti polinator. Beberapa tanaman refugia yang dapat digunakan sebagai agen hayati dari OPT tanaman padi antara lain: akar wangi, kangkung hutan, jagung, kacang panjang, dan wijen. Modifikasi lahan pada sistem tanam polikultur menggunakan tanaman refugia dapat dilakukan melalui intercropping, stripcropping, alley cropping, tanaman pinggiran (hedgerows), insectary plant, beetle bank, tumbuhan mulsa hidup, dan tanaman penutup tanah (cover crop).

Kata kunci: refugia, padi, OPT, rekayasa ekologi

PENDAHULUAN

Penggunaan pestisida merupakan salah satu bentuk adaptasi petani padi terhadap perubahan iklim, baik pada musim kering maupun basah, yang juga berpengaruh secara nyata terhadap pendapatan usahatani (Zaenun et al., 2017). Aplikasi pestisida secara intensif dapat mendukung produktivitas padi sawah, namun disisi lain dapat merusak keseimbangan alami ekosistem di lahan pertanian. Terganggunya rantai makanan alami dapat meningkatkan populasi hama akibat resistensi dan berkurangnya populasi musuh alami yang mampu mengendalikan populasi hama (Muhibah dan Leksono, 2015). Selain perubahan iklim dan aplikasi pestisida yang tidak tepat, peningkatan populasi hama juga dapat diakibatkan oleh teknik budidaya dan fenologi tanaman (Heviyanti dan Mulyani, 2016).

Penggunaan pestisida kimiawi yang tidak tepat, dapat memberikan dampak negatif terhadap petani dan konsumen, lingkungan, dan organisme non-target (Yuantari et al., 2015). Organisme non-target seringkali berupa musuh alami hama (predator, parasitoid, dan patogen serangga) dan serangga bermanfaat (penyerbuk, detrifora, dll).

Ketidakmampuan pestisida dalam mengendalikan hama juga berdampak negatif dengan memicu ledakan populasi hama akibat resistensi atau resurgensi. Resistensi adalah proses perubahan sensitivitas yang diwariskan dalam populasi hama yang tercermin dalam kegagalan berulang suatu pestisida untuk mengendalikan hama sesuai dengan dosis rekomendasi. Resurgensi wereng cokelat merupakan proses peningkatan populasi setelah aplikasi insektisida dengan laju pertumbuhan yang lebih tinggi dari yang tidak diaplikasi insektisida. Resurgensi merupakan proses perubahan fisiologi tanaman sehingga lebih disukai oleh hama tertentu, atau ada rangsangan pestisida terhadap hama yang mendukung kelangsungan pada satu atau beberapa fase hidupnya (Baehaki et al., 2016). Seringkali fenomena tersebut memunculkan atau meningkatkan status suatu jenis hama dari bukan hama menjadi hama penting setelah paparan insektisida.

Dampak negatif dari penggunaan pestisida dapat dikurangi melalui Pengendalian Hama Terpadu (PHT) dengan memanfaatkan agen hayati. Rekayasa ekologi berupa tanaman refugia dapat digunakan sebagai mikrohabitat agen hayati dari hama tanaman utama. Tulisan ini bertujuan untuk menguraikan dasar teori dan penelitian terkait pemanfaatan tanaman refugia dalam mengendalikan OPT tanaman padi. Metode yang digunakan dalam penulisan adalah penelusuran literatur.

TANAMAN REFUGIA

Semua organisme di alam, termasuk hama tanaman budidaya, mempunyai musuh alaminya. Keberadaan musuh alami OPT dapat melemahkan, mengurangi fase reproduktif, sampai membunuh OPT. Namun musuh alami tersebut belum tentu mampu menjadi faktor penekan perkembangan populasi hama akibat tidak tersedianya makanan dan tempat berlindung (refugia) (Heviyanti dan Mulyani, 2016). Refugia adalah mikrohabitat yang menyediakan tempat berlindung secara spasial dan/atau temporal bagi musuh alami hama, seperti predator dan parasitoid, serta mendukung komponen interaksi biotik pada ekosistem, seperti polinator atau serangga penyerbuk (Keppel et al., 2012). Studi mengenai refugia, khususnya di Indonesia masih sangat minimal (Gambar 1).

Gambar 1. Distribusi publikasi studi mengenai refugia [Sumber: Keppel et al., 2012].

Tanaman refugia mempunyai potensi menyokong mekanisme sistem yang meliputi perbaikan ketersediaan makanan alternatif seperti nektar, serbuk sari, dan embun madu; menyediakan tempat berlindung atau iklim mikro yang digunakan serangga predator untuk bertahan melalui pergantian musim atau berlindung dari faktor-faktor ekstremitas lingkungan atau pestisida; dan menyediakan habitat untuk inang atau mangsa alternatif (Landis et al., 2000).

Biaya Refugia

Hermanto et al. (2014) melakukan analisis biaya untuk budidaya padi seluas satu hektar selama satu musim tanam. Biaya produksi budidaya padi pada pertanaman dengan PHT berbasis rekayasa ekologi (PHT-RE) hanya sedikit lebih tinggi sebesar Rp. 160.000 dibandingan pada pertanaman PHT konvensional (PHT-K). Biaya produksi pada PHT-RE sebesar Rp 11.625.000, sedangkan pada PHT-K sebesar Rp 11.465.000. Dari perhitungan hasil panen diperoleh total pendapatan sebesar Rp 26.500.000 pada lahan PHT-RE dan Rp 26.000.000 pada lahan PHT-K. Dari perhitungan pendapatan diperoleh keuntungan dari lahan PHT-RE lebih tinggi yaitu sebesar Rp 14.775.000 sedangkan dari lahan PHT-K sebesar Rp 14.535.000.

Salah satu faktor memengaruhi biaya produksi pertanaman dengan refugia adalah pola konfigurasi pada lahan pertanian. Sebagai ilustrasi hasil studi Hyde et al. (2000) pada lahan pertanian jagung transgenik di United States. Pemerintah membuat regulasi agar produsen jagung menanam setidaknya 20% tanaman refugia sebagai bagian dari program Insect Resistance Management. Menanam refugia dalam susunan strips merupakan metode dengan biaya paling rendah dibandingkan dengan susunan block maupun bentuk-U (Gambar 2).

Gambar 2. Konfigurasi pertanaman refugia memengaruhi biaya produksi [Sumber: Hyde et al., 2000].

Jenis Tanaman Refugia

Jenis-jenis tanaman yang berpotensi sebagai refugia antara lain: tanaman berbunga, gulma berdaun lebar, tumbuhan liar yang ditanam atau yang tumbuh sendiri di areal pertanaman, dan sayuran (Horgan et al., 2016). Kriteria tanaman yang dapat digunakan sebagai strip vegetasi refugia (vegetation strips) adalah:

  • Tanaman harus ditanam dari biji tanpa perlu pindah tanam (transplanting)
  • Tanaman harus cepat tumbuh, mampu bersaing dengan gulma, dan mudah dalam perawatan
  • Tanaman harus cepat berbunga
  • Tanaman harus memiliki buah atau struktur vegetatif yang bernilai ekonomis bagi petani, baik untuk konsumsi atau komersial
  • Tanaman harus dapat berproduksi baik dalam budidaya minimum
  • Tanaman harus bersifat mengusir atau tidak disukai oleh hama tanaman utama
  • Tanaman harus dapat menarik Arthropoda yang menguntungkan baik sebagai mikrohabitat maupun sumber nektar atau serbuk sari.

Tanaman refugia berpotensi digunakan sebagai agen hayati pada tanaman pangan, hortikultura, tanaman hias, maupun tanaman industri dan perkebunan. Beberapa refugia pada tanaman pangan (padi) dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Tanaman refugia yang dapat digunakan sebagai PHT OPT tanaman padi

Salah satu serangga predator OPT tanaman padi adalah kumbang koksi. Kumbang koksi dari famili Coccinellidae biasa ditemukan hidup pada tanaman budidaya dan pada gulma yang menghasilkan nektar dan serbuk sari (Nur et al., 2014). Beberapa tanaman yang dapat menyokong keberadaan kumbang koksi dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Tanaman yang mendukung keberadaan kumbang koksi

Sumber: Nur et al., 2014

Pemilihan jenis tanaman refugia untuk PHT pada suatu tanaman utama juga harus mempertimbangkan kompatibilitas interaksi biotik yang ingin dimanipulasi. Arachis pintoi (Krapov. & W.C. Greg.) dan Ageratum conyzoides (Linn.) diketahui tidak sesuai dikombinasi sebagai tanaman refugia, karena berpengaruh negatif terhadap tingkat parasitasi parasitoid pada hama tanaman belimbing Bactrocera carambolae Drew & Hancock (Meiadi et al., 2015).

Mekanisme Tanaman Refugia dalam PHT

Pemanfaatan tanaman refugia melalui rekayasa ekologi merupakan bagian dari teknologi pengendalian hama terpadu (PHT) yang bertujuan pencapaian keseimbangan biologi hama dan musuh alami agar berada di bawah ambang ekonomi. Rekayasa ekologi sebagai bagian dari PHT dapat dilakukan melalui: rasionalisasi masukan pestisida dengan menghindari penggunaan insektisida pada awal pertanaman, manipulasi detritivora menggunakan pupuk organik, sistem integrasi palawija pada tanaman padi (SIPALAPA), rotasi palawija setelah tanaman padi (ROPALAPA), penggunaan tanaman perangkap, pengaturan waktu tanam, pemberian bahan organik untuk meningkatkan musuh alami, dan manipulasi vegetasi pada pematang dengan diversifikasi flora refugia (Baehaki et al., 2016). Aplikasi insektisida dalam konsep PHT baru dapat dilakukan apabila hasil dari beberapa teknik pengendalian tidak efektif sehingga insektisida merupakan alternatif terakhir yang secara selektif dapat mengendalikan hama sasaran (Heviyanti dan Mulyani, 2016).

Pada pertanaman polikultur padi-palawija/bunga terjadi dinamika dialektika  (dua arah) berupa hubungan antara dua komoditas dengan musuh alami dan hama, sedangkan hubungan komoditas dengan hama dan musuh alami pada pertanaman monokultur mempunyai dinamika yang monoton (Gambar 3). Sistem polikultur dapat menurunkan potensi serangan hama pada tanaman melalui pembatasan fisis atau khemis bagi hama untuk menemukan inangnya serta meningkatkan kelulushidupan dan aktivitas musuh alami pada agroekosistem (Kurniawati dan Martono, 2015).

Gambar 3. Dinamika-dialektika hubungan antara dua komoditas dengan musuh alami dan hama [Sumber: Baehaki, 2005].

Musuh alami OPT di pertanaman padi sawah dapat berupa predator, parasitoid, dan patogen. Selain konservasi musuh alami OPT, tanaman refugia juga dapat mendukung kehadiran serangga bermanfaat seperti polinator dan detritivor. Rangkaian efek dari kehadiran parasitoid dan polinator dapat dilihat pada Gambar 4.

Keterangan: Tanda panah menunjukkan kecenderungan nilai efek serta tingkat kesulitan mencapainya.

Gambar 4. Hirarki efek yang mungkin terjadi pada a) parasitoid serangga hama dan b) polinator di agroekosistem dengan tanaman berbunga (Wratten et al. 2012).

Predator adalah binatang yang memburu, memakan, dan menghisap cairan tubuh hewan lain. Sebagian besar predator bersifat polifag, yaitu memangsa jenis binatang yang berbeda, lainnya bersifat kanibal. Predator yang dijumpai pada areal pertanaman padi sawah antara lain berasal dari famili Coccinelidae, Gerridae, Gryllidae, Coenagrionidae, Lycosidae, Staphylinidae, dan Tetragnathidae (Heviyanti dan Mulyani, 2016). Banyak jenis predator yang memangsa wereng, tetapi hanya beberapa yang mempunyai potensi menurunkan populasi wereng, antara lain Lycosa pseudoannulata (Ordo Araneida; Famili Lycosidae), Paederus sp. (Ordo Coleoptera; Famili Coccinellidae), Ophionea sp. (Ordo Coleoptera; Famili Carabidae), Coccinella sp. (Ordo Coleoptera; Famili Coccinellidae) dan Cyrtorhinus lividipennis (Ordo Hemiptera; Famili Miridae) (Santosa dan Sulistyo, 2007).

Penggerek batang padi (PBP) yang ditemui di Indonesia PBP kuning (Scirpophaga incertulas Walker), diikuti oleh PBP merah jambu (Sesamia inferens Walker), PBP bergaris (Chilo suppressalis Walker), PBP kepala hitam (Chilo polychrysus Meyrick), dan PBP putih (Scirpophaga innotata Walker). Spesies terakhir mempunyai distribusi yang terbatas pada daerah pasang surut dan tadah hujan (Wilyus et al. 2013). Parasitoid yang potensial untuk PBP putih adalah Tetrastichus sp., Telenomus sp., dan Trichogramma sp.. Telenomus sp. adalah spesis yang paling dominan pada pertanaman padi dataran rendah (<200 Mdpl), sementara Tetrastichus sp. mendominasi pada pertanaman padi di dataran tinggi (> 500 Mdpl) (Junaedi, Yunus, dan Hasriyanty 2016).

Ghahari et al. (2008) mendata keanekaragaman fauna predator dan parasitoid sawah di Iran sebagai berikut: 25 spesies predator berasal dari 7 ordo dan 11 famili, dan 37 spesies parasitoid berasal dari 2 ordo dan 8 famili. Tauruslina et al., (2015) melakukan studi keanekaragaman musuh alami pada ekosistem padi sawah di daerah endemik dan non-endemik wereng batang cokelat Nilaparvata lugens di Sumatera Barat. Spesies predator dominan yang ditemukan di daerah endemik adalah Cytorhinus lividipennis (Hemiptera: Myridae), Verania discolor (Coleoptera: Coccinelidae), Araneus inustus (Araneae: Araneidae), sedangkan di daerah non-endemik adalah Oxypes javanus (Araneae: Oxyopidae), Ophionea nigrofasciata (Coleroptera: Carabidae). Anagrus sp. (Hymenoptera: Mymaridae) merupakan parasitoid telur wereng dan parasitoid yang dominan ditemukan, sedangkan Metarrhizium sp. (Monililiales: Moniliaceae) yang menginfeksi wereng merupakan patogen yang ditemukan di daerah endemik.

PEMANFAATAN TANAMAN REFUGIA

Modifikasi lahan pada sistem tanam polikultur padi – refugia dapat dilakukan melalui inter cropping, strip cropping, alley cropping, menanam tanaman pinggiran (hedgerows), menanam di tengah lahan pertanaman sebagai ‘pulau bunga’ atau insectary plant, menanam beetle bank, menanam tumbuhan mulsa hidup atau tanaman penutup tanah (cover crop). Sistem tanam strip cropping, inter cropping (Gambar 5), dan alley cropping adalah menanam refugia di antara tanaman utama (sistem lorong atau baris) yang berfungsi sebagai tanaman perangkap, atau sebagai sumber pakan musuh alami (Kurniawati dan Martono, 2015).

Gambar 5. Contoh susunan petak percobaan refugia melalui inter cropping [Sumber: Anggara et al., 2015].

Tanaman penutup tanah dapat juga berfungsi sebagai mulsa, yaitu menurunkan suhu tanah, meningkatkan kelembaban relatif (relative humidity/ RH), dan membuat air lebih mudah tersedia (Kumar et al., 2013). Insectary plant adalah tumbuhan berbunga yang ditanam bersamaan dengan tanaman budidaya sebagai sumber pakan dan inang alternatif bagi serangga (Altieri & Nichols, 2004). Insectary plant analog dengan fungsi high diversity vegetation patches (Gambar 6).

Gambar 6. High diversity vegetation patches (HDVP) pada sawah padi di Mindanao, Philippines [Sumber: Horgan et al., 2016].

Beetle banks (Gambar 7) adalah tumbuhan berbunga atau rumput yang ditanam memanjang pada lahan sebagai habitat musuh alami dan/atau serangga berguna “beneficial insects” (Bentrup, 2008). Beetle banks juga dapat dibuat pada rumah kaca, rumah plastik, atau rumah kassa.

Gambar 7. Beetle banks [Sumber: Bentrup, 2008].

Praktik polikultur melalui multicropping sawah surjan juga dibuktikan lebih menguntungkan dibandingkan monocropping sawah non-surjan melalui penelitian Henuhili dan Aminatun (2013). Ekosistem sawah surjan memiliki kelimpahan jenis musuh alami lebih baik daripada ekosistem sawah non-surjan. Perbandingan pengelolaan teknis sawah surjan dan nonsurjan dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Perbandingan cara pengelolaan ekosistem sawah monocropping dan multicropping

 Sawah SurjanSawah Non-surjan
Pengolahan tanahPembuatan alur (bagian yang direndahkan) dan guludan (bagian yang ditinggikan)Tidak ada alur dan guludan, semua rata (lembaran)
Pola tanamMulticropping; bagian alur ditanami padi, bagian guludan ditanami campuran palawija Guludan petak 1: kacang tanah, jagung, cabai, bayam, rumput kalanjana, singkong Guludan petak 2: kacang tanah, jagung, ubi jalar, kacang Panjang, cabai, dan ada pohon pisang dan pepayaMonocropping
Pengendalian serangga hamaAplikasi insektisida (Matador) pada saat padi siap berbiji (sekitar umur 2 bulan)Sama dengan sawah surjan
Pengendalian gulmaPenyiangan I: 2 minggu setelah tanam dengan cara digaruk manualPenyiangan II: saat tanaman padi umur 25-35 hariAplikasi herbisida (Rambason): saat tanaman padi umur 2 mingguSama dengan sawah surjan
PemupukanPupuk dasar: TS dan urea sebelum tanamPemupukan I: setelah penyiangan I (15 HST) dengan pupuk Ponska dan ZAPemupukan II: 30-35 HST dengan pupuk Ponska dan ZASama dengan sawah surjan

[Sumber: Henuhili dan Aminatun, 2013].

AREAL PERSAWAHAN REFUGIA DI INDONESIA

Lahan persawahan dengan pertanaman refugia terdapat di Gampong Paya Demam Dua, Kecamatan Pante Bidari, Aceh Timur (Gambar 8). Lahan tersebut dikelola oleh kelompok tani padi Beringin Jaya. Tanaman bunga ditanam di pematang sawah sepanjang tepi jalan Medan-Banda Aceh (Hendri, 2017).

Gambar 8. Persawahan padi-refugia di Kecamatan Pante Bidari, Aceh Timur [Sumber: Hendri, 2017].

Pagar jalan dengan tanaman bunga refugia juga terdapat pada areal persawahan di Belitang, Ogan Komering Ulu (OKU) Timur, Sumatera Selatan (Gambar 9). Tanaman bunga ditanam untuk mengusir hama, namun keindahan bunga-bunga yang mekar membingkai areal hijau persawahan juga menarik wisatawan untuk berdatangan (Salim, 2018).

Gambar 9. Persawahan padi-refugia di Belitang, Ogan Komering Ulu (OKU) Timur, Sumatera Selatan [Sumber: Salim, 2018].

KESIMPULAN

Tanaman refugia dapat dimanfaatkan untuk mengendalikan OPT pada tanaman padi. Refugia dapat menyediakan tempat berlindung secara spasial dan/atau temporal bagi musuh alami hama, seperti predator dan parasitoid, serta mendukung komponen interaksi biotik pada ekosistem, seperti polinator. Beberapa tanaman refugia yang dapat digunakan sebagai agen hayati tanaman padi antara lain: akar wangi, kangkung hutan, jagung, kacang panjang, dan wijen. Modifikasi lahan pada sistem tanam polikultur menggunakan tanaman refugia dapat dilakukan melalui inter cropping, strip cropping, alley cropping, tanaman pinggiran (hedgerows), insectary plant, beetle bank, tumbuhan mulsa hidup, dan tanaman penutup tanah (cover crop).

DAFTAR PUSTAKA

Altieri, M.A. & C.I. Nichols. 2004. Biodiversity and Pest Management in Agroecosystem. 2nd Edition. Haworth Press Inc., New York. 236 p.

Anggara, A. Wahyana, D. Buchori, dan Pudjianto. 2015. “Kemapanan Parasitoid Telenomus Remus (Hymenoptera : Scelionidae) pada Agroekosistem Sederhana dan Kompleks.” Jurnal HPT 3 (3): 111–25.

Azmi, S. Liliana, A.S. Leksono, B. Yanuwiadi, dan E. Arisoesilaningsih. 2014. “Diversitas Arthropoda Herbivor Pengunjung Padi Merah di Sawah Organik di Desa Sengguruh, Kepanjen.” J-Pal 5 (1): 57–64.

Baehaki, S.E., E.H. Iswanto, dan D. Munawar. 2016. “Resistensi Wereng Cokelat terhadap Insektisida yang Beredar di Sentra Produksi Padi.” Penelitian Pertanian Tanaman Pangan 35 (2): 99–108.

Baehaki, S.E., N.B.E. Irianto, dan S.W. Widodo. 2016. “Rekayasa Ekologi dalam Perspektif Pengelolaan Tanaman Padi Terpadu.” Iptek Tanaman Pangan 11 (1): 19–34.

Bentrup, G. 2008. Conservation Buffers: Design Guidelines for Buffers, Corridors, and Greenways. Department of Agriculture, Forest Service, Southern Research Station. http://www.fwrc.msstate.edu/pubs/fieldborder.pdf.

Ghahari, H., R. Hayat, M. Tabari, H. Ostovan, dan S. Imani. 2008. “A Contribution to The Predator and Parasitoid Fauna of Rice Pests in Iran, and a Discussion on The Biodiversity and IPM in Rice Fields.” Linzer Biologische Beitraege 40 (1): 735–64.

Hendri, S. 2017. Berfungsi Mengurangi Hama Padi, Petani Diminta Tanam Bunga Refugia. http://aceh.tribunnews.com/2017/07/09/berfungsi-mengurangi-hama-padi-petani-diminta-tanam-bunga-refugia. [Diakses Kamis, 1 Februari 2018].

Henuhili, V. dan T. Aminatun. 2013. “Konservasi Musuh Alami sebagai Pengendali Hayati Hama dengan Pengelolaan Ekosistem Sawah.” Jurnal Penelitian Saintek 18 (2): 29–40.

Hermanto, A., G. Mudjiono, dan A. Afandhi. 2014. “Penerapan PHT Berbasis Rekayasa Ekologi terhadap Wereng Batang Coklat Nilaparvata lugens Stal (Homoptera: Delphacidae) dan Musuh Alami pada Pertanaman Padi.” Jurnal HPT 2 (2): 79–86.

Heviyanti, M. dan C. Mulyani. 2016. “Keanekaragaman Predator Serangga Hama Pada Tanaman Padi Sawah (Oryzae sativa, L.) di Desa Paya Rahat Kecamatan Banda Mulia, Kabupaten Aceh Tamiang.” Agrosamudra 3 (2): 28–37.

Horgan, F.G., A.F. Ramal, C.C. Bernal, J.M. Villegas, A.M. Stuart, dan M.L.P. Almazan. 2016. “Applying Ecological Engineering for Sustainable and Resilient Rice Production Systems.” Procedia Food Science 6 (2016). Elsevier Srl: 7–15. doi:10.1016/j.profoo.2016.02.002.

Hyde, J., M.A. Martin, P.V. Preckel, C.L. Dobbins, dan C.R. Edwards. 2000. “The Economics of Within-Field Bt Corn Refuges.” AgBioForum 3 (1): 63–68.

Junaedi, E., M. Yunus, dan Hasriyanty. 2016. “Jenis dan Tingkat Parasitasi Parasitoid Telur Penggerek Batang Padi Putih (Scirpophaga innotata WALKER) di dua Ketinggian Tempat BerbedaA di Kabupaten Sigi.” Jurnal Agroekbis 4 (3): 280–87.

Keppel, G., K.P. Van Niel, G.W. Wardell-Johnson, C.J. Yates, M.Byrne, L. Mucina, A.G.T. Schut, S.D. Hopper, dan S.E. Franklin. 2012. “Refugia: Identifying and understanding safe havens for biodiversity under climate change.” Global Ecology and Biogeography 21 (4): 393–404. doi:10.1111/j.1466-8238.2011.00686.x.

Kumar, L., Mk. Yogi, dan J. Jagdish. 2013. “Habitat Manipulation for Biological Control of Insect Pests: A Review.” Research Journal of Agriculture and Forestry Sciences 1 (10): 27–31. http://www.isca.in/AGRI_FORESTRY/Archive/v1/i10/5.ISCA-RJAFS-2013-064.pdf.

Kurniawati, N. dan E. Martono. 2015. “Peran Tumbuhan Berbunga sebagai Media Konservasi Artropoda Musuh Alami.” Jurnal Perlindungan Tanaman Indonesia 19 (2): 53–59. doi:10.22146/jpti.16615.

Landis, D.A., S.D. Wratten, dan G.M. Gurr. 2000. “Habitat Management to Conserve Natural Enemies of Arthropod Pests in Agriculture.” Annu. Rev. Entomol. 45: 175–201.

Maisyaroh, W., B. Yanuwiadi, A.S. Leksono, dan Zulfaidah PG. 2012. “Spatial and Temporal Distribution of Natural Enemies Visiting Refugia in A Paddy Field Area in Malang.” Agrivita Journal of Agricultural Science 34 (1): 67–74. doi:10.2298/IJGI1403293C.

Meiadi, Muhamad Luthfie Tri, Toto Himawan, dan Sri Karindah. 2015. “Pengaruh Arachis pintoi dan Ageratum conyzoides terhadap Tingkat Parasitasi Parasitoid Lalat Buah pada Pertanaman Belimbing.” HPT 3 (1): 44–53.

Muhibah, T.I. dan A.S. Leksono. 2015. “Ketertarikan Arthropoda terhadap Blok Refugia (Ageratum conyzoides L., Capsicum frutescens L., dan Tagetes erecta L.) dengan Aplikasi Pupuk Organik Cair dan Biopestisida di Perkebunan Apel Desa Poncokusumo.” Jurnal Biotropika 3 (3): 123–27.

Nur, S., A. Ngatimin, N. Agus, dan A.P. Saranga. 2014. “The Potential of Flowering Weeds as Refugia for Predatory Insects at Bantimurung-Bulusaraung National Park , South Sulawesi.” Journal of Tropical Crop Science 1 (2): 25–29.

Pujiastuti, Y. 2015. “Peran Tanaman Refugia Terhadap Kelimpahan Serangga Herbivora pada Tanaman Padi Pasang Surut.” In Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal, 1–9. Palembang.

Salim, M.G. 2018. 10 Potret sawah dengan pagar bunga, cantik dan baik untuk usir hamahttps://www.brilio.net/wow/10-potret-sawah-dengan-pagar-bunga-cantik-dan-baik-untuk-usir-hama-1801031.html. [Diakses Kamis, 1 Februari 2018].

Santosa, S.J. dan J. Sulistyo. 2007. “Peranan Musuh Alami Hama Utama Padi pada Ekosistem Sawah.” Innofarm 6 (1): 1–10. doi:10.1073/pnas.0703993104.

Sari, R.P. dan B. Yanuwiadi. 2014. “Efek Refugia pada Populasi Herbivora di Sawah Padi Merah Organik Desa Sengguruh, Kepanjen, Malang.” Jurnal Biotropika 2 (1): 14–19.

Setyadin, Y., S.H. Abida, H. Azzamuddin, S.F. Rahmah, dan A.S. Leksono. 2017. “Efek Refugia Tanaman Jagung (Zea mays) dan Tanaman Kacang Panjang (Vigna cylindrica) pada Pola Kunjungan Serangga di Sawah Padi (Oryza sativa) Dusun Balong, Karanglo, Malang.” Biotropika 5 (2): 54–58.

Tauruslina, A.E., T. Yaherwandi, dan H. Hamid. 2015. “Analisis Keanekaragaman Hayati Musuh Alami pada Ekosistem Padi Sawah di Daerah Endemik dan Non Endemik Wereng Batang Coklat Nilaparvata lugens di Sumatera Barat.” In Pros Sem Nas Masy Biodiv Indon., 1:581–89. doi:10.13057/psnmbi/m010334.

Wilyus, F.N., A. Johari, S. Herlinda, C. Irsan, dan Y. Pujiastuti. 2013. “Keanekaragaman, Dominasi, Persebaran Spesies Penggerek Batang Padi dan Serangannya pada Berbagai Tipologi Lahan di Provinsi Jambi.” J. HPT Tropika 13 (1): 87–95.

Wratten, S.D., M. Gillespie, A. Decourtye, E. Mader, dan N. Desneux. 2012. “Pollinator Habitat Enhancement: Benefits to Other Ecosystem Services.” Agriculture, Ecosystems and Environment 159. Elsevier B.V.: 112–22. doi:10.1016/j.agee.2012.06.020.

Yuantari, M.G.C., B. Widianarko, dan H.R. Sunoko. 2015. “Analisis Risiko Pajanan Pestisida terhadap Kesehatan Petani.” Kemas 10 (2): 239–45. doi:ISSN 1858-1196.

Zaenun, S., T. Ekowati, dan E.D. Purbajanti. 2017. “Daya Adaptasi Perubahan Iklim Terhadap Pedapatan Petani Padi Di Kecamatan Gemuh Kabupaten Kendal.” Agromedia 35 (1): 58–64.

Zhu, Pingyang, Geoff M. Gurr, Zhongxian Lu, Kongluen Heong, Guihua Chen, Xusong Zheng, Hongxing Xu, dan Yajun Yang. 2013. “Laboratory Screening Supports The Selection of Sesame (Sesamum Indicum) to Enhance Anagrus spp. Parasitoids (Hymenoptera: Mymaridae) Of Rice Planthoppers.” Biological Control 64 (1). Elsevier Inc.: 83–89. doi:10.1016/j.biocontrol.2012.09.014.


Subhanakallahumma wa bihamdika, asyhadu al-laa ilaaha illaa anta, astaghfiruka, wa atuubu ilaik.

Leave a Reply

Verified by MonsterInsights